Eramuslim, Publikasi: 07/05/2004 07:33 WIB
“Cinta, jangan gitu dong sama adeknya, ya gadisku...” ia berkata seperti itu ketika melihat anak sulungnya 'mengganggu' sang adik.
“Cintaku, mau diseduhkan teh hangat?” tatap matanya penuh sayang, memancar kasih sambil bibir mengulas senyum, ketika ia menawarkan minum teh kepada suaminya.
“Hello boy, kasep, mama ngaji dulu, ya sayang...” begitu ujarnya ketika sang bayi, putra bungsunya yang baru berusia enam bulan merengek-rengek.
“Pinjamkan mainannya ke Adek, main sama-sama ya, cinta. Naaah, begitu dong, good girl...” katanya ketika mendamaikan 'keributan' antara anaknya dan teman anaknya yang sama-sama balita.
Sejuk, tentram, teduh rasanya ketika mendengar dan menyaksikan langsung bagaimana teman saya 'mengobral kata-kata cinta' dalam obrolan, celetukan, komunikasi sehari-harinya. Mereka keluarga muslim muda yang tampak harmonis kehidupan rumah tangganya. Saya tergelitik ingin tahu resep harmonis rumah tangganya dan ketika saya perhatikan ternyata hal-hal yang nampak 'sepele' seperti yang telah saya uraikan di atas adalah salah satu kuncinya. Saling memanggil dengan panggilan sayang, saling memandang istri atau suami dengan mata berbinar-binar dan penuh cinta, aaahh... indahnya. Bukankah Islam memang mengajarkan demikian?
Sebenarnya bukan hal baru mengekspresikan bahasa verbal dan bahasa tubuh dengan ungkapan dan tingkah laku kasih sayang karena Rasulullah saw sendiri telah mencontohkan dengan indahnya kala ia memanggil Aisyah r.a dengan "Humaira" (Yang mukanya kemerah-merahan-- red) kala beliau mengajak bercanda Aisyah, kala beliau bermain-main dengan cucunya Hasan dan Husain, dan lain-lain. Namun, pada kenyataannya, apakah ini telah membudaya di kalangan keluarga-keluarga muslim? Sehingga ekspresi verbal dan bahasa tubuh yang penuh sayang dan cinta menjadi kebiasaan yang keluar secara spontan.
Mungkin masih banyak di antara kita (keluarga muslim) yang merasa kaku, jengah, aneh ketika 'mengobral cinta' pada istri, suami atau anaknya. Atau bahkan ada yang merasa tak perlu samasekali dengan alasan "ah, sudah tak muda lagi" atau " ah, nikahnya sudah lama, bukan pengantin baru lagi " atau " ah, saya bukan pujangga, kaku lidah saya jika harus berpuitis ria".
Akhirnya mungkin pernikahan pun terasa berjalan lambat, hambar dan biasa-biasa saja. Rutinitas keseharian yang dilakukan terasa membosankan padahal jika saja mencoba menerapkan 'obral cinta' sedikit demi sedikit dan perlahan insya Allah tak perlu keluar biaya mahal demi untuk menciptakan suasana harmonis dalam rumah tangga kita.
Realita yang terjadi malah sebaliknya. Kaum muda mudi yang berpacaran (sebelum nikah) yang justru banyak 'mengobral cinta'. Matanya, telinganya, kata dan tingkah polahnya, semua mengumbar cinta. Mereka ciptakan nuansa-nuansa syahdu, berasyik masyuk serasa dunia hanya milik berdua, ada canda dalam setiap perjumpaan, ada sms cinta, ada chatting cinta, padahal belum lagi menikah.
Bukankah seharusnya saya yang telah menikah yang lebih banyak mempraktekkan gaya 'mengumbar cinta' anak muda masa kini dalam pernikahan yang saya jalani? Karena pernikahanlah yang menghalalkan hubungan lawan jenis, lelaki dan perempuan. Jika sebelum menikah diperintahkan menjaga pandangan, menjaga pendengaran, menjaga kata-kata, menjaga nafsu syahwat terhadap lawan jenis maka setelah menikah semua menjadi boleh untuk istri atau suami kita. Bahkan perlu karena istri atau suami adalah orang terdekat yang paling berhak mendapatkan tumpahan kasih sayang dari kita sebagai orang yang telah Allah takdirkan menjadi pendampingnya.
Tentu saja mempraktekkannya perlahan karena mungkin sebagian kita belum terbiasa, bahkan mungkin ada yang masih harus 'belajar' namun tak ada salahnya (insyaallah tak ada salahnya karena Rasulullah yang mulia pun mencontohkannya) dicoba dan dibiasakan. Mudah-mudahan suatu hari nanti menjadi budaya dalam keluarga kita dan syukur-syukur jika bisa membudaya juga dikalangan teman, tetangga atau masyarakat kita.
Yuk, 'obral cinta' untuk suami, istri dan anak-anak kita...Semoga Allah ridha dengan kasih sayang kita luahkan pada anak, istri atau suami kita, amin
Al'afwu minkum wastaghfirullahal'adziim
No comments:
Post a Comment